Jumat, 17 Desember 2010

tentang darah dan faktor Rh

Perlu diketahui, golongan darah Rh+ biasanya dimiliki oleh bangsa asia dan afrika. Sedangkan Rh- dimiliki oleh bangsa Eropa dan Amerika. Jika seorang ibu dengan golongan Rh- hamil dengan suaminya yang Rh+, kemungkinannya si anak bisa punya golongan darah Rh+ atau Rh-. Tapi yang namanya faktor Rh+ itu bersifat dominan, maka kemungkinannya si anak punya darah Rh+ besar. Kalau keadaan sudah begitu, besar kemungkinannya adanya resiko "erythroblastosis neonatorum" atau "erthroblastosis fetalis" atau 'penyakit anemia hemolitik pada bayi baru lahir'. Kenapa disebut 'pada bayi baru lahir', itu karena sebenarnya semuanya berawal dari masuknya darah ber-Rh+ si janin ke dalam aliran darah si ibu yang Rh- dan kejadian ini tidak terjadi di masa kehamilan / bayi dalam kandungan melainkan di saat kelahiran si bayi. Dan jika seorang wanita pernah melahirkan bayi yang menderita penyakit hemolitik ini, maka bayi berikutnya memiliki resiko menderita penyakit yang sama. Kontak antara darah ibu Rh- dan bayi Rh+ pada persalinan menyebabkan tubuh ibu membentuk antibodi, akibatnya resiko penyakit hemolitik akan makin besar pada kehamilan berikutnya. Seperti yang telah kami utarakan di atas, penyakit ini diawali oleh masuknya darah si janin yang Rh+ ke aliran darah si ibu yang Rh-. Sistem imun darah si ibu akan mengenali darah si janin sebagai 'benda asing' dan membentuk antibodi untuk menyerang darah janin. Antibodi ini menyebabkan kerusakan pada sel darah merah janin / bayi. Penghancuran sel darah merah yang terjadi cepat, yang tidak bisa diimbangi pembentukan sel darah merah yang baru oleh sumsum tulang darah janin / bayi. Jika ayah memiliki 2 gen untuk Rh+, maka semua anaknya akan memiliki Rh+; jika ayah hanya memiliki 1 gen untuk Rh+, maka peluang anak-anaknya untuk memiliki Rh+ adalah sebesar 50%. Tetapi setelah melahirkan bayi dengan Rh+, biasanya pada ibu yang memiliki Rh- diberikan antibodi immunoglobulin Rh-nol-d, yang akan menghancurkan sel darah merah si bayi yang masuk ke aliran darah si ibu, karena itu, resiko penyakit hemolitik pada bayi bisa dikurangi. Pemberian suntikan antibodi itu di saat umur kandungan 28 minggu dan 72 jam setelah kelahiran bayi, yang punya golongan darah Rh+; dan bahkan pemberian antibodi tetap diberikan walau si bayi Rh+ itu meninggal saat lahir / si ibu keguguran. Pemberian antibodi ini tidak cuma untuk menyelamatkan si janin yang sudah ada dalam kandungan, tapi juga untuk janin pada kehamilan berikutnya, karena pada kehamilan berikutnya, tanpa pemberian antibodi ini, faktor antibodi Rh- si ibu, yang telah terpicu pada kehamilan bayi Rh+ sebelumnya, telah ada dalam sistem sirkulasi darah yang akan langsung merusak sel darah merah Rh+ kehamilan berikutnya, janin yang belum terbentuk sempurna tidak akan bisa bertahan dengan proses antibodi ini. Keguguran pasti akan terjadi. Kalau ananda adalah warga negara Indonesia asli dan menikah dengan warga Indonesia asli juga, biasanya tidak akan ada masalah darah atas faktor Rh. Sampai saat ini, dalam laporan kelahiran bayi belum ada tercantum golongan darah, jadi agaknya pemeriksaan darah TIDAK dilakukan. Hal ini ada kemungkinan masih ada dominasi sirkulasi darah sang ibu. Biasanya baru setelah 7-10 hari produksi darah murni si bayi di sumsum tulang benar-benar dimulai, nah komposisi darah inilah yang akan benar-benar mewakili identitas golongan darah asli. Faktor darah seperti Rh dan lainnya (seperti penyakit), bila kuat, memang sudah bereaksi jika ada ketidak-cocokan sejak pertumbuhan janin yang bukan hanya bisa menyebabkan cacat lahir pada si bayi tapi juga bisa kematian. Ketidak-cocokan golongan darah terjadi khususnya pada janin pasangan yang berbeda etnik. Maka dari itu, pemeriksaan darah untuk pasangan yang sudah menikah itu penting juga, selain untuk mendeteksi perbedaan golongan darah Rh ini tapi juga untuk mengetahui penyakit dan kelainan-kelainan lainnya yang dibawa masing-masing. Tapi kalau ya sudah kejadian terjadi 'Rh incompatibility' antara si ibu dengan janin, sebenarnya ada cara untuk menyelamatkan si janin ini, tapi ini juga bergantung pada tingkatan antibodi yang terbentuk itu sendiri. Kalau tingkatannya terlalu tinggi, prosedur 'amniocentesis' bisa dilakukan. Pada prosedur ini, sebuah jarum diinjeksikan ke dalam kulit untuk mengeluarkan cairan dari kantung membran yang menyelubungi janin dalam rahim. Tingkatan bilirubin (pigmen kuning hasil pemecahan normal sel darah merah) ditentukan dari sampel cairan. Jika tingkatan terlalu tinggi, berarti janin harus diberikan transfusi darah. Dan biasanya, pemberian transfusi dilakukan sampai janin sudah cukup matang / umur untuk dilakukan proses kelahiran. Proses kelahirannya akan diinduksi. Si bayi mungkin membutuhkan pemberian transfusi lagi setelah kelahiran. Tapi kadang bisa juga tidak diperlukan transfusi sampai masa kelahiran. Tindakan ini akan menyelamatkan si bayi selama masa kelahiran, karena seperti yang telah kami katakan kontak darah si bayi dangan si ibu akan terjadi di saat itu.  Namun untuk ibu dengan Rh-, sementara si suami Rh+ yang pastinya akan menurun pada si anak, jangan jadi alasan untuk takut punya anak. Karena apapun masalahnya, pasti ada jalan keluarnya, yang juga sudah kami beritahukan di atas. Tetap bersemangat dan jangan lupa bertawakal. Mintalah ridho / restu Tuhan YME

Tidak ada komentar:

Posting Komentar