Minggu, 25 September 2011

Sabarlah dalam Bergaul

Bersabar dalam pergaulan adalah sifat mukmin sejati. Dalam bergaul kita menemui banyak orang dengan ragam watak dan perilakunya: ada yang menyenangkan, ada pula yang menyebalkan; ada yang pemarah dan angkuh, ada pula yang pemaaf dan rendah hati.
Terhadap yang tidak menyenangkan atau “nyebelin”, juga yang suka mengganggu, kita diharuskan bersabar menghadapi sikap mereka.
“Mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan mereka lebih baik daripada yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar atas gangguan mereka” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Sabar merupakan jalan untuk mendapatkan pertolongan Allah SWT di samping shalat.
“Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (Q.S. 2:153).
Dalam pengertian dan pengamalan keseharian, sabar cenderung berarti “menahan emosi”, “menahan marah”, atau “menahan diri” untuk tidak tergesa-gesa bertindak mengikuti keinginan perasaan.
Imam Al-Ghazali mengatakan, “sabar adalah suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama”.
Dalam sebuah haditsnya, Nabi Saw mengakui adanya tingkatan-tingkatan kesabaran, yaitu (1) sabar dalam menghadapi musibah, (2) sabar dalam mematuhi perintah Allah SWT, dan (3) sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan maksiat.
Sabar yang pertama merupakan kesabaran terendah, yang kedua merupakan tingkat pertengahan, dan yang ketiga merupakan kesabaran tertinggi (HR. Ibnu Abi ad-Dunia).
Sabar atas musibah (shabr ‘ala al-mushibah) maksudnya adalah bersikap pasrah atau berserah diri (tawakal) pada Allah SWT ketika menghadapi atau mengalami suatu musibah.
Sabar dalam mematuhi perintah Allah SWT (shabr ‘ala ath-tha’ah) maksudnya adalah bersikap sabar atau “siap menderita” dalam melaksanakan perintah Allah SWT.
Sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan maksiat (shabr ‘ala al-ma’shiyah) maksudnya adalah menahan diri dari segala godaan dan cobaan yang dapat membawa ke dalam perbuatan maksiat atau dosa. Wallahu a’lam. (Mel/ddhongkong.org).*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar